Oleh: Rokhmat
S. Labib, MEI
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu", maka di antara
umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di
antaranya orang- orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul) (tqs al-Nahl [16]:
36).
Beribadah kepada Allah SWT
dan menjauhi al-thaghut. Itulah
dakwah semua para nabi dan rasul. Meskipun ada perbedaan dalam beberapa
hal syariah, namun semuanya menyampaikan hal tersebut. Itu menunjukkan
bahwa meyembah dan beribadah kepada Allah sekaligus mengingkari dan
menjauhi al-thaghut merupakan
hal penting dan mendasar.
Seruan Tauhid
untuk Tiap Umat
Allah SWT berfirman: Walaqad ba'atsnâ fî kulli ummah rasul
[an] (dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat). Telah menjadi ketetapan-Nya bahwa manusia diciptakan
untuk beribadah. Untuk itu, Allah SWT mengutus nabi dan rasul kepada
manusia untuk menyampaikan kewajiban beribadah tersebut dan berbagai petunjuk
lainnya. Karena ketetapan tersebut berlaku untuk seluruh manusia, maka
Allah SWT mengutus rasul kepada setiap umat. Hal inilah yang ditegaskan
ayat ini.Sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsir, ayat ini memberitakan bahwa setiap
masa dan kelompok manusia diutus seorang rasul. Selain ayat ini, fakta
tersebut juga ditegaskan dalam beberapa ayat lain, seperti firman Allah
SWT: Tiap-tiap umat
memiliki rasul (tqs Yunus [10]: 47).
Semua rasul yang diutus
itu membawa risalah dan menyampaikan petunjuk kepada manusia. Sekalipun
sebagian syariah yang dibawa oleh para rasul tersebut terdapat perbedaan (lihat
QS al-Maidah [5]: 47), namun ada hal yang sama yang didakwahkan oleh semua
rasul itu. Hal tersebut dinyatakan dalam firman Allah SWT
selanjutnya: ani [u]
'budul-Lah wa [i] jtanibû al-thaghut ([untuk menyerukan]:
"Sembahlah Allah [saja], dan jauhilah Thaghut itu").
Menurut ayat ini, ada dua
hal yang didakwahkan oleh semua rasul kepada umatnya.Pertama , perintah
beribadah kepada Allah SWT. Secara bahasa, kata al-'ibadah berarti al-thâ'ah (ketaatan). Demikian
Abu Bakar al-Razi dalam Mukhtar
al-Shi hh ah. Sehingga, sebagaimana
dijelaskan oleh Dr Ahmad Mukhar dalam Mu'jam
al-Lughah al-'Arabiyyah al-Mu'ashirah bahwa kalimat 'abadal-ah berarti wa hh adahu wa Atha
'ahu (mengesakan dan menaati-Nya), tunduk dan merendahkan diri
kepada-Nya, terikat dengan syariah-Nya, dan menunaikan
fardhu-fardhu-Nya. Al-Samarqandi memaknai ayat ini: Esakanlah Allah dan taatlah
kepada-Nya. Dengan demikian, beribadah kepada Allah SWT ad
Kedua ,
menjauhi al-thaghut . Dijelaskan
al-Baghawi, al-thaghut adalah kullu Ma'bud min dûnil-Lah (semua
sesembahan selain Allah). Dengan demikian, kata al-thaghut memiliki
cakupan sangat luas. Penguasa diktator yang mewajibkan dirinya lebih
ditaati dari Allah SWT dapat dimasukkan ke dalam pengertian
tersebut. Demikian juga wakil rakyat-sebagaimana doktrin demokrasi-yang
wajib diikuti semua kehendaknya melebihi Allah SWT.
Sehingga maksud ayat ini,
sebagaimana dijelaskan al-Syaukani adalah: Tinggalkanlah semua sesembahan selain Allah seperti
setan, dukun, dan semua yang mengajak kepada kesesatan. Al-Samarqandi
mengatakan, "Tinggalkanlah
beribadah kepada al-thaghut." Ibnu Jarir al-Thabri juga
memaknainya , "Jauhilah
setan, berhati-hatilah terhadapnya yang menyesatkan kalian dan menghalangi
kalian dari jalan Allah, sehingga kalian menjadi tersesat."
Bahwa hal tersebut menjadi
tema dakwah seluruh nabi juga disebutkan dalam beberapa ayat lainnya, seperti
dalam QS al-Anbiya [21]: 25.
Yang Dapat
Petunjuk dan uang Sesat
Meskipun seruan yang
disampaikan oleh para rasul itu sama, namun respon umatnya tidak selalu
sama. Sikap mereka terbagi menjadi dua kelompok besar. Pertama :Faminhum man hadal-Lah (maka
di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh
Allah). Artinya, mereka adalah orang yang diberikan petunjuk Allah SWT,
lalu beriman terhadapnya. Ini, diberikan taufik untuk beriman dengan
memberikan petunjuk dan pengajaran. Demikian al-Zuhaili dalam tafsirnya. Atau
seperti dikatakan al-Samarqandi, mereka adalah orang-orang yang memenuhi
panggilan rasul untuk beriman.
Kedua : waminhum haqqat 'alayh al-dhalalah (dan
ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya). Jika kelompok pertama beriman dengan risalah dan petunjuk yang
dibawa oleh rasul, maka kelompok kedua ini bersikap sebaliknya. Mereka
adalah orang yang tidak memenuhi panggilan rasul untuk beriman. Demikian
dikatakan al-Samarqandi dalam tafsirnya. Atau seperti dijelaskan Ibnu
Jarir al-Thabari, "Maka
mereka menyimpang dari jalan yang lurus, lalu ingkar kepada Allah dan
mendustakan rasul-rasul-Nya. Allah SWT pun menghancurkan mereka dengan
siksa-Nya. "
Patut dicatat, bahwa sikap
penolakan, pengingkaran, dan perlawanan tersebut merupakan pilihan mereka
sendiri. Mereka lebih memilih kesesatan dibandingkan dengan petunjuk yang
dibawa rasul. Hal ini seperti yang dilakukan kaum Tsamud. Allah SWT
berfirman:Dan adapun kaum
Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta
(kesesatan) dari petunjuk itu (tqs Fushilat [47]:
17). Juga dalam QS al-Taghabun [64]: 6).
Menurut al-Qinuji, dalam
ayat ini terdapat penjelasan bahwa Allah SWT telah memerintahkan seluruh
hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya dan menjauhi setan dan semua yang mengajak
kepada kesesatan. Kemudian mereka terbagi menjadi dua. Di antara
mereka ada yang mendapatkan petunjuk. Dan kedua, tetap berada dalam
kesesatan.
Selain ayat ini, realitas
tersebut juga diberitakan dalam firman Allah SWT: Sebagian diberi-Nya petunjuk dan
sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka (tqs al-A'raf
[7]: 30).
Kemudian Allah SWT
berfirman: Fasîrû fî
al-ardh fa [un] zhurû Kayfa kana 'âqibah al-mukadzdzibîn (maka
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang
yang mendustakan [rasul-rasul]). Ayat ini memerintahkan kepada manusia
untuk memperhatikan kesudahan kaum terdahulu yang mendustakan para rasul,
seperti kaum 'Ad dan Tsamud. Semua kaum tersebut
dihancurkan. Bekas-bekas kehancuran negeri mereka masih tersisa dan dapat
disaksikan oleh siapa pun sekarang.
Dengan memperhatikan
kesudahan yang menimpa kaum yang mendustakan para nabi dan rasul itu, mereka
dapat mengambil pelajaran. Agar tidak mendapatkan siksa yang
menghancurkan, mereka tidak mengulangi sikap yang sama, yakni mendustakan para
rasul dan risalahnya. Sehingga, sebagaimana dikemukakan al-Samarqandi,
maksud dari ayat ini adalah: "Jadikanlah
sebagai pelajaran, bagaimana kesudahan urusan orang-orang yang
mendustakan." Masih menurut al-Samarqandi, ketika ayat
turun dan dibacakan kepada mereka, mereka tetap tidak beriman. Kemudian
turunlah ayat berikutnya.
Demikianlah ketetapan
Allah SWT. Manusia diciptakan untuk beribadah kepada-Nya.Pasrah dan
menyerahkan diri kepada perintah dan larangan-Nya. Tunduk, patuh, dan taat
terhadap semua syariah-Nya. Untuk itu, Allah SWT mengutus para nabi dan
rasul untuk menyampaikan petunjuk dan syariah-Nya. Di antara dakwah mereka
adalah memerintahkan manusia untuk beribadah hanya kepada Allah SWT semata,
sekaligus berpaling dan mengingkari semua berhala dan sesembahan
selain-Nya. Itulah jalan yang mengantarkan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali harus
menerapkan syariah secara kaffah dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan negara;
sekaligus mencampakkan semua sistem kufur yang meniscayakan penyembahan dan
ketaatan terhadap selain Allah SWT. Masih ada yang keberatan?Semoga
tidak. Wal-Lah a'lam bi
al-shawab.
Ikhtisar:
1. Setiap umat diutus
rasul untuk menyampaikan petunjuk Allah SWT
2. Dakwah semua
rasul: beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi al-thaghut.
3. Wajib mengimani
rasul beserta petunjuknya dan tidak mengingkarinya
4. Ambillah pelajaran
dari kesudahan kaum terdahulu yang mendustakan rasul.
GOOD....!!!
BalasHapus